Kamis, 28 Maret 2013

ANALISIS UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003 TERHADAP KASUS PENYIMPANGAN PEMENUHAN HAK PEKERJA PEREMPUAN



ANALISIS UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003 TERHADAP KASUS PENYIMPANGAN PEMENUHAN HAK PEKERJA PEREMPUAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ketenagakerjaan
Dosen Pengampu : Triana Rejekiningsih SH, KN, MPd

Disusun oleh :
Nama           : Wiwit Nur Asih
NIM              : K6410065
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.[1] Pengertian sebelum masa kerja itu dimaksudkan bahwa adanya kesempatan kerja dan perencanaan kerja bagi orang yang ingin mencari pekerjaan. Sedangkan selama masa kerja dimaksudkan bahwa adanya perlindungan bagi tenaga kerja, penetapan waktu kerja, pengaturan upah, dan jamsostek (jaminan social tenaga kerja). Terakhir sesudah masa kerja, maksudnya adalah adanya pensiun. Apabila kita membicarakan ketenagakerjaan pasti akan berkaitan dengan tenaga kerja. Pengertian dari tenaga kerja sendiri adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Pembangunan ketenagakerjaan menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya berbagai keterkaitan antara kepentingan tenaga kerja selama, sebelum, ataupun sesudah masa kerja, kepentingan pengusaha, masyarakat, dan pemerintah. Sehingga dapat menimbulkan permasalahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, diperlukan suatu peraturan yang relevan dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Indonesia telah memiliki peraturan tentang ketenagakerjaan dimana peraturan tersebut dulunya merupakan produk colonial dan sekarang telah banyak mengalami perubahan karena disesuaikan dengan perkembangan budaya bangsa Indonesia sehingga mencapai aspek keadilan. Maka, dibentuklah Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan.
Secara garis besar isi Undang Undang nomor 13 tahun 2003 memuat tentang:
      1.      Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan;
      2.      Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan;
      3.      Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh;
      4.      Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
      5.      Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja;
      6.      Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan;
      7.      Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses produksi;
      8.      Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisih-an hubungan industrial;
      9.      Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja;
  10.      Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksana-kan sebagaimana mestinya.
Di Indonesia terdapat Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja untuk menjamin hak-hak dasar pekerja, dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminas atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Hal ini diatur dalam Undang-undang tersebut karena kaum perempuan menjalani fungsi reproduksi yang tidak dimiliki oleh kaum pria. Haid, Hamil, melahirkan dan menyusui merupakan kodrat kaum wanita yang sudah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan khusus kepada perempuan agar produktivitas di tempat kerja dan di rumah selalu terjaga. Perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan khususnya diatur dalam pasal
Adapun hak-hak tenaga kerja perempuan sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
Pasal 76  
(1)   Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(2)   Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(3)   Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :
a.       memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b.      menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
(4)   Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
Pasal 81
(1)   Pekerja/buruh perempuan dalam masa haid, merasa sakit dan melapor pada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari 1 dan 2 pada waktu haid.
Pasal 82
(1)   Pekerja/buruh perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan anak menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2)   Pekerja/buruh perempuan  yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan
Pasal 83
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusui berhak atas  kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja
Pasal 84
Setiap pekerja/buruh perempuan yang menggunakan hak waktu istirahat sesuai pasal, 79, 80 dan 82 berhak mendapatkan upah penuh.
Pasal 93
            (2) Pengusaha wajib membayar upah apabila:
b.      Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
Pada praktek di lapangan, sering dijumpai beberapa penyimpangan yang terjadi, diantaranya:
  1. Pekerja wanita yang merasakan sakit pada saat haid hanya diberikan kesempatan untuk beristirahat di poliklinik ataupun ruangan khusus pelayanan kesehatan perusahaan saja. Ada pula pekerja wanita yang dipaksa untuk memperlihatkan darah haid sebagai bukti untuk mendapatkan cuti haid. Sebagian lagi pengusaha tidak keberatan pekerja wanita cuti haid tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja.
  2. Pekerja wanita tidak diijinkan cuti hamil selama 1,5 bulan sebelum melahirkan tetapi diberikan ijin cuti melahirkan selama 3 bulan. Padahal cuti hamil diberikan untuk menjaga agar wanita hamil tidak membahayakan diri dan kandungannya selama bekerja. Ada juga sebagian pengusaha yang mengijinkan pekerja wanita cuti hamil dan melahirkan tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja. Bahkan banyak terdengar bahwa pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja wanita yang hamil ataupun melahirkan.
  3. Pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan tidak diberikan cuti dengan alasan menggugurkan dengan sengaja. Apabila pekerja tersebut tidak masuk kerja maka dianggap menjalani cuti tahunan.
  4. Pekerja wanita tidak diberi kesempatan untuk menyusui. Andaipun diberikan kesempatan tetapi tidak diberikan tempat yang layak untuk menyusui.
  5. Pekerja wanita yang bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00 tidak disediakan makanan bergizi dan angkutan antar jemput
Berikut beberapa kasus demonstrasi yang dilakukan oleh para pekerja/buruh perempuan karena merasa haknya tidak dipenuhi:
      1.            Sekitar 200 buruh Pabrik Rokok Jambu Bol berunjuk rasa di depan pabrik di Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah pada tanggal Jumat, 27 Mei 2011.
      2.            Ribuan Buruh PT Panarub Dwikarya menuntut pembebasan rekan mereka dan hak hak yang belum dipenuhi oleh perusahaan pada tanggal 3 Oktober 2012 di Jakarta.
      3.            Sebanyak 150 buruh melakukan aksi di depan gerbang Gedung Sate Jalan Diponegoro Kota Bandung, Jumat (8/3/2013). Mereka menuntut setiap perusahaan yang mempekerjakan kaum hawa agar memberikan dan memperpanjang masa cuti hamil dari 3 bulan menjadi 4 bulan.
      4.            Sekitar 400-an buruh untuk berdemo di kawasan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Cakung, Jakarta Timur menuntut kenaikan upah pada tanggal 9 Maret 2013. 
     5.            Meski hujan deras, ratusan buruh perempuan tetap berdemonstrasi di Bundaran HI, Jakarta menuju Jl Medan Merdeka Selatan dengan berjalan kaki, Jumat (8/3/2013). Mereka berdemo untuk memperingati hari perempuan sedunia dan menuntut hak-hak perbaikan pekerja/buruh perempuan.
Berita mengenai kasus diatas, sebagai berikut:
Buruh Jambu Bol Akan Duduki Pabrik
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWnESFiz5eKGOKjRHyTXFitT5IBfDGmlyTzsey04ZLXEx0Konh-axF1RzdfOk_FjDyJ8An1-4A1870O0_SqKpSs3ELWbclgScmqKurjfkxc7QbpaMomnvTAWR7f5FIiEiJbRTvHdlkpuM/s400/14ademoburuh1+kds-H35.jpg
Jumat, 27 Mei 2011 | 04:00 WIB
KUDUS, KOMPAS - Sekitar 200 buruh Pabrik Rokok Jambu Bol berunjuk rasa di depan pabrik di Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Kamis (26/5). Mereka bahkan mengancam menduduki pabrik selama sebulan jika perusahaan tidak memenuhi hak-hak mereka.
Dalam aksinya, para buruh yang didominasi perempuan itu menutup pintu masuk pabrik. Mereka berorasi secara bergantian sembari membawa tiga spanduk besar bertuliskan, ”Tuntaskan hak-hak buruh Jambu Bol” dan ”Pemilik PR Jambu Bol harus segera penuhi janji”.
Paijah (40), buruh asal Desa Gondangwangi, mengaku sejak 2008 tidak mendapatkan hak-haknya sebagai buruh secara penuh, yakni tidak menerima premi dan uang tunggu. ”Kalau dihitung-hitung, saya berhak mendapatkan sekitar Rp 10 juta,” kata ibu dua anak yang menganggur sejak tiga tahun lalu.
Pendamping buruh dari Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI), Eny Mardiyanti, mengemukakan, aksi itu merupakan peringatan para buruh kepada pemilik PR Jambu Bol agar memenuhi janji. Melalui aksi ini, buruh meminta kejelasan waktu pembayaran dan jumlah uang yang bakal diterima masing-masing buruh.
”Kalau tidak ada tanggapan dari pemilik dan direksi, buruh akan menggelar aksi di depan pabrik selama sebulan. Dari hitung-hitungan buruh, pemenuhan hak yang harus dibayarkan kepada sekitar 3.000 buruh adalah Rp 35 miliar,” kata Eny.
Dalam jawabannya kepada Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Kudus, Pemilik PR Jambu Bol, Nawawi Rusydi, menyatakan tidak akan mengingkari tanggung jawab. Komitmen itu telah tertuang dalam nota kesepahaman dengan pemimpin unit kerja dan 3.804 karyawan, 12 Juni 2008.

DEMO BURUH: Tuntut Omih dibebaskan, Kantor Adidas akan didemo 5 Oktober 2012

Rabu, 03 Oktober 2012 | 07:17 WIB
Compact_omih__buruh_pdk
JAKARTA: Ribuan Buruh PT Panarub Dwikarya, yang memproduksi sepatu merk adidas, yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu - Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS- GSBI) akan melakukan mogok kerja pada Jumat, 5 Oktober 2012.
Dalam siaran pers yang diterima Bisnis pagi ini, Sebelum melakukan mogok kerja, para Buruh akan melakukan pra mogok kerja dengan melakukan aksi demonstrasi di Kantor perwakilan Adidas di Plaza Sques Jl. Jenderal Sudirman Jakarta.
Tuntutan para buruh dalam mogok kerja tersebut yakni supaya PT Panarub mempekerjakan para buruh yang di PHK secara sewenang-wenang sebanyak 1.300 orang karena menuntut perbaikan kondisi kerja yang buruk dan upah layak.
Pasalnya para buruh sebanyak 1.300 orang yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Panarub Dwikarya di PHK karena menuntut perusahaan untuk melakukan perbaikan kondisi kerja yang buruk dan upah layak dengan cara  mogok kerja secara spontan sejak Juli 2012.
Mereka juga menuntut seluruh pihak untuk menghentikan kriminalisasi terhadap buruh khususnya kepada buruh perempuan yang bernama Omih, 28 tahun, yang saat ini ditahan di Polres Kota Tangerang sejak Minggu, 30 September 2012. Dalam siaran pers itu, Omih ditahan karena mengirimkan pesan singkat secara spontan pada 14 September 2012  kepada 2 orang dari manajemen (Edy Suyono dan Guan An) serta 5 orang teman-temannya (Yani, Ita, Eli, Siti dan Muria). Omih dalam SMS disebutkan mengatakan,"Hati-hati untuk yang didalam PDK, malam ini sedang dirakit bom untuk meledakkan PDK esok hari". Hal itu dilakukan Omih karena kecewa terhadap perusahaan yang tidak memberikan izin cuti kepada Sdri. Omih untuk menjaga anaknya yang sakit, yang menyebabkan anaknya meninggal dunia.
Atas tindakannya, Omih disangkakan Pasal 336 KUHP dan Pasal 45 ayat 1 junto 27 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan sejak tanggal 1 Oktober 2012 telah resmi dipindahkan dari tahanan Polres Kota Tangerang ke LP Wanita Tangerang sebagai tahanan titipan Polresta Tangerang.
 Hal itu, menurut siaran pers yang ditandatangani Maruli  dan Rudi HB Daman Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Independen (DPP GSBI) bersama LBH Jakarta menyatakan mereka akan mogok dan berdemo pada 5 Oktober 2012.
Tuntutan mereka yaitu:
        1.            Bebaskan Omih dari segala bentuk tuntutan hukum yang saat ini ditahan di Rutan LP Wanita Tangerang sejak tanggal 30 September 2012.
        2.            Meminta kepada Kapolres Kota Tangerang dan PT. Panarub untuk menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap para buruh dalam bentuk apapun.
        3.             Mengecam keras tindakan Kepolisian Resort Kota Tangerang yang telah bertindak sewenang-wenang, baik ketika menghadapi pemogokan buruh di PT. Panarub Dwikarya pada bulan Juli 2012 dan juga terhadap masalah yang dihadapi Omih.
        4.             Pekerjakan kembali tanpa syarat 1,300 orang buruh PT. Panarub Dwikarya yang dianggap mengundurkan diri oleh perusahaan karena melakukan pemogokan.
        5.            Meminta Pengawas Kementerian Tenaga Kerja dan Jajarannya untuk menindak PT. Panarub yang tidak membayarkan upah para pekerja beberapa bulan terakhir.
        6.            Meminta kepada seluruh serikat buruh/pekerja dan organisasi masyarakat sipil prodemokrasi untuk mengecam tindakan KAPOLRES Kota Tangerang yang melakukan kriminalisasi kepada Buruh Perempuan yang saat ini sedang memperjuangkan hak-hak ketenagakerjaannya.
        7.            Meminta  Kapolri untuk mencopot Kapolres Kota Tangerang yang telah melakukan kriminalisasi dan intimidasi terhadap para buruh yang saat ini sedang memperjuangkan hak-hak ketenagakerjaannya
Sekitar 400 Buruh Demo di KBN Tuntut Upah Rp 2,3 Juta
http://images.detik.com/customthumb/2013/03/09/10/114019_demo.jpg?w=460
Sabtu, 09/03/2013 11:39 WIB
Jakarta - Meski akhir pekan, namun tak menyulutkan semangat ratusan buruh untuk berdemo di kawasan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Cakung, Jakarta Timur. Mereka menuntut perusahaan menaikan upah menjadi Rp. 2,3 juta per bulan. Sekitar 400-an buruh itu menamakan diri Serikat Pekerja PT Molax International (SPPMI) yang merupakan anggota Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI). Dalam tuntutannya, Sabtu (9/3/2013), mereka meminta perusahaan menjalankan ketentuan Upah Minimum Sektaral Provinsi (UMPS) Tahun 2013 sebesar Rp. 2,3 juta.
"Kami menuntut kenaikan upah. Aksi hari ini hanya awal, nanti akan ada demo massal yang lebih besar!" kata salah seorang buruh dalam orasinya.
Ratusan buruh itu menyampaian aspirasinya dengan berkeliling di dalam kawasan perusahaan dengan membawa atribut demonstrasi seperti spanduk, dan bendera. Beberapa buruh terlihat mengenakan payung dan sebagian lainnya menutup kepala dengan topi.
Sebuah spanduk berukuran sekitar 5x1 meter yang dibawa di barisan paling depan, menulis tuntutan para buruh. "Dengan Aksi Mogok Kerja Kami Menututu; Jalankan Upah Mininum Sektoral Provinsi 2013, kelompok textile sandang dan kulit sebesar Rp. 2.310.000 dan bayar kekurangan upah pekerja terhitung Januari 2013. Demonstrasi yang didominasi oleh kaum wanita ini berlangsung tertib dan tidak menggangu fasilitas umum maupun lalu lintas sekitar. Demonstrasi ini mendapat pengawalan dari satpam perusahaan.

Demo, Buruh Tuntut Cuti Hamil Jadi Empat Bulan
Jumat, 8 Maret 2013 | 11:42 WIB
Demo, Buruh Tuntut Cuti Hamil Jadi Empat Bulan
KOMPAS.com/PUTRA PRIMA Memperingati hari perempuan sedunia (International Womens Day) 2013, sebanyak 150 buruh melakukan aksi di depan gerbang Gedung Sate Jalan Diponegoro Kota Bandung, Jumat (8/3/2013). Mereka menuntut setiap perusahaan yang mempekerjakan kaum hawa agar memberikan dan memperpanjang masa cuti hamil dari 3 bulan menjadi 4 bulan.
BANDUNG, KOMPAS.com — Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia (International Womens Day) 2013, sebanyak 150 buruh yang mayoritasnya perempuan, dari gabungan Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) dan Serikat Pekerja Mandiri Kecap Bango (SPMKB), melakukan aksi unjuk rasa, di Bandung, Jumat (8/3/2013). Mereka menuntut setiap perusahaan yang mempekerjakan kaum hawa agar memberikan dan memperpanjang masa cuti hamil, dari tiga bulan menjadi empat bulan.
"Melahirkan adalah hak setiap perempuan, tapi masih banyak perusahaan yang melakukan diskriminasi. Untuk itu, kami menuntut setiap perusahaan jangan hanya memberikan cuti hamil cuma tiga bulan, tapi empat bulan. Dua bulan sebelum dan dua bulan setelah melahirkan," kata Euis Tita Kurniawan, Koordinator Komite Perempuan SPMKB, saat ditemui di sela aksi depan gerbang Gedung Sate, Jalan Diponegoro. 
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan mengatur cuti melahirkan hanya tiga bulan, tetapi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) Nomor 183 Tahun 2000 justru menyatakan, cuti melahirkan bagi pekerja perempuan adalah 14 minggu.  Dalam banyak hal, lanjut Euis, perempuan acap kali mendapatkan diskriminasi di tempat kerja, seperti persamaan hak dan kesenjangan upah.  Selain soal cuti hamil, ratusan buruh yang datang dengan berjalan kaki itu juga menyikapi masalah eksploitasi dan pelecehan seksual yang rentan terjadi pada kaum perempuan. 
"Kami ingin menaikan harkat dan derajat kaum perempuan. Seperti kita tahu, perempuan masih menjadi obyek eksploitasi dan juga masih banyak pelecehan seksual di tempat kerja. Pada momen ini kami berharap, ke depannya Gubernur Jawa Barat terpilih minimal memberi perlindungan hukum untuk kaum perempuan," tegasnya. 
Berdasarkan data yang dirilis para pendemo ini, penduduk Indonesia saat ini berjumlah 237.641.326 jiwa. Dari jumlah tersebut 49,7 persennya adalah kaum perempuan, atau sebesar 118.010.413 jiwa. "Dengan demikian seharusnya mempunyai peran yang setara dengan kaum laki-laki," ucap Euis.
Demo Buruh Perempuan Diguyur Hujan
Jumat, 08/03/2013 15:34 WIB

http://images.detik.com/customthumb/2013/03/08/157/kehujanan-1.jpg?w=600
Jakarta-Meski hujan deras, ratusan buruh perempuan tetap berdemonstrasi di Bundaran HI, Jakarta menuju Jl Medan Merdeka Selatan dengan berjalan kaki, Jumat (8/3/2013). Mereka berdemo untuk memperingati hari perempuan sedunia. Para buruh ini rela berhujan-hujanan untuk mendesak perbaikan hak-hak perempuan dalam bekerja.
Adapun sanksi hukum yang diberikan kepada pengusaha atas pelanggaran terhadap ketentuan diatas adalah:
  1. Pengusaha yang tidak memberikan istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter atau bidan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  2. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita antara pukul 23.00 s.d 07.00 tetapi tidak memenuhi kewajibannya dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan  tidak memberikan kewenangan kepada pengusaha atau perusahaan untuk membuat perjanjian kerja yang memuat ketentuan larangan menikah maupun larangan hamil selama masa kontrak kerja atau selama masa tertentu dalam perjanjian kerja. Ketentuan ini tedapat pada Pasal 153 ayat 1 huruf e UU No.13/2003 yang berbunyi : Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan karena pekerja hamil adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan sesuai Pasal 153 ayat 2 UU No.13/2003. Selain itu, pengaturan mengenai cuti hamil ini diatur dalam Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni sebagai berikut :
1.      Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2.      Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pekerja perempuan berhak memperoleh cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan atau jika diakumulasi menjadi 3 bulan. Akan tetapi, implementasi peraturan tersebut belum mulus, masih ada perusahaan yang mem-PHK karyawannya karena hamil. Contohnya: pekerja perempuan seperti kasus Nurlatifah, mantan karyawan hotel Soechi Internasional Medan,  saat itu kondisinya sedang hamil tua dan ditempatkan di lantai 12 hotel itu di-PHK manajemen hotel dengan alasan tidak masuk kerja sehari, padahal wanita tersebut telah melapor tidak masuk kerja karena keperluan yang mendadak. Seharusnya Nurlatifah yang hamil tua mendapatkan cuti hamil.
Selain itu, sesuai dengan UU no. 13 tahun 2003 pasal 81 pekerja perempuan yang dalam masa menstruasi merasakan sakit dan memberitahukannya kepada manajemen perusahaan, maka dia tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua dalam masa menstruasinya. Implementasi hak ini ada yang dipersulit di beberapa perusahaan yang meminta surat keterangan dokter untuk mendapat cuti menstruasi, ketika faktanya jarang bahkan mungkin hamper tidak ada perempuan yang pergi konsultasi ke dokter karena menstruasi.
Hal ini diperkuat oleh Koordinator Konfederasai Serikat Buruh Indonesia (KSBSI) wilayah Riau, Mohhamad Natsir Anas yang membenarkan diskriminasi kerap terjadi pada buruh perempuan. Diskriminasi yang terjadi mulai dari tidak diberikan izin cuti hingga di PHK secara sepihak oleh perusahaan tempat mereka bekerja. “ Ada buruh perempuan yang hamil sete;ah melahirkan tidak boleh lagi bekerja. Dan ada juga buruh di hotel, dia bekerja setelah pulang jam bekerjanya  harus bekerja lagi di rumah majikan hotel tersebut. Jadi melampau jam bekerja” Ujar Anas. Adanya diskriminasi pada buruh perempuan ini diakui oleh kepala Dinas Tenaga Kerja kota Batam, Zarefriadi mengakui masih banyaknya dikriminasi terhadap buruh perempuan.
Salah satu perwakilan buruh Bernika mengungkap buruknya perlakuan yang diberikan oleh perusahaan kepada buruh perempuan. Bernika adalah salah satu contoh, buruh wanita yang dipecat secara sepihak karena dituduh mencuri oleh perusahaannya. Ia juga mengeluhkan rendahnya fasilitas yang diberikan oleh perempuan pada saat bekerja. Bernika mencontohkan tidak adaanya fasilitas transportasi pada saat seorang buruh perempuan pulang diatas pukul 11 malam.
Meskipun Indonesia sudah meratifikasi sejumlah konvensi internasional tentang perburuhan, konvensi tentang anti kekerasan dan perlindungan perempuan. Tetapi, kasus penyimpangan pemenuhan hak terhadap buruh perempuan masih ada, Komnas Prempuan mencatat pada tahun lalu ini masih terjadi kekerasan dan diskriminasi terhadap buruh perempuan. Mulai dari dipersulit untuk mendapatkan izin menikah, izin cuti hamil, izin cuti haid, hingga tidak adanya fasilitas tempat menyusui atau ASI di tempat kerja. Komnas Perempuan juga mencatat ada PHK sepihak pada perempuan yang menimpa perempuan hamil dan PHK sepihak pada perempuan yang menjadi single parents atau orangtua tunggal ada juga perempuan yang menjadi tulang punggung pencari nafkah keluarga. Akhir tahun lalu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengakui hingga kini penyimpangan pemenuhan hak yang dapat berupa diskriminasi pada perempuan masih terus terjadi termasuk PHK ketika perempuan itu menikah dan hamil ini suatu tragedi yang memutuskan bekerja sebagai buruh di perusahaan karena pasti keuangan mereka terganggu.

SUMBER






[1] Pasal 1 UU Nomor 13 tahun 2003

2 komentar:

Majapa mengatakan...

rinci manarik untuk di simak

Unknown mengatakan...

permasalahan tenaga kerja memang sangat kompleks di negara kita. semoga bisa ditemukan solusinya.

WWW.BELONOMI.COM

Posting Komentar